Rabu, 28 Maret 2012

Hati-hati, Film Kartun Tidak Mendidik!


The Owl
Oleh: Duhita Aninditayasha*

KARTUN sesungguhnya dihadirkan oleh pihak televisi untuk menghibur anak-anak, selain kepentingan iklan tentunya. Alih-alih ingin menghibur, justru film-film kartun ini sangat merusak perkembangan anak. Tidak semua film kartun yang ditayangkan di televisi mendidik. Banyak kartun yang isinya tidak tepat bagi anak-anak. Belum lagi waktu tayang yang tidak pas, sehingga anak-anak kadang malas untuk berangkat ke sekolah karena asyik menonton film kartun
 
The Owl misalnya, sekilas film ini sangat lucu dan menarik. Namun, jika kita perhatikan dengan seksama, film yang tayang di salah satu stasiun TV swasta ini syarat dengan kekerasan. Di akhir cerita film, pasti tokoh burung hantu ini hancur. Saya pun dengan terpaksa melarang anak saya menonton film ini.

Film Tom and Jerry, kartun dengan tokoh kucing dan tikus ini juga kerap mempertontonkan kekerasan. Film ini seringkali memperlihatkan ucapan dan perilaku kasar. “Kalau enggak suka, kemplang. Enggak suka, bakar!”, ini jelas sangat tidak baik buat psikologis anak-anak.

Film Sinchan, kartun yang tayang di salah satu stasiun TV di grup yang sama adalah tokoh anak yang usil dan sangat nakal. Jika keusilan dan kenakalan Sinchan ini ditiru oleh anak-anak, dampaknya sangat berbahaya buat mereka. Film ini sebenarnya sudah lama tidak tayang, namun oleh pihak stasiun tersebut nampaknya diputar kembali. 

Teletubbies
Film lainnya adalah Teletubbies. Sesungguhnya film ini bisa membawa anak pada kekacauan dalam memahami gender. Ini disebabkan oleh tidak adanya kejelasan gender tiap karakter dalam film tersebut. “Tinky Winky, yang seolah-olah karakternya laki-laki, kemana-mana selalu membawa tas perempuan. Begitu juga karakter Dipsy, Laa Laa, dan Po, jenis kelaminnya tidak jelas”.

Di luar masalah konten tayangan kartun, sebenarnya kebiasaan anak-anak menonton televisi juga bisa berpengaruh buruk bagi perkembangannya. Pada anak di bawah umur 2 tahun, biasanya akan lebih tertarik pada dunia dua dimensi, yakni video dan audio.

Bayangkan bahayanya anak-anak yang sedang dalam tahap pertumbuhan yang membutuhkan pengenalan dunia lima dimensi, tapi dipaksa hanya melihat dua dimensi. Ini akan membuat anak kehilangan minat untuk mengasah kemampuan motoriknya, seperti mengecap, membaui, serta kemampuan lainnya. Dampak lanjutannya adalah anak bisa saja tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Bahkan bisa saja perilakunya antisosial karena disibukkan dengan menonton televisi. 
 
Meski banyak protes dari kalangan orangtua, nampaknya pihak-pihak terkait yang dikritik masih menutup mata terhadap realitas ini. Dari contoh konten-konten film kartun yang saya bahas di atas, mestinya pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sadar dan segera membuat tindakan. Dan tindak lanjutnya adalah melarang semua kartun-kartun di atas untuk tayang di televisi. 
 
Tetapi sembari menunggu tindak lanjut pihak-pihak yang berwenang ini bekerja, ada baiknya kita sebagai orang tua mengawasi dan mendampingi anak-anak kita ketika menonton televisi. Semoga tulisan singkat ini bisa menyelamatkan generasi kita selanjutnya untuk menjadi lebih baik, khususnya warga DIY. []

*) Karyawati & Pemerhati Anak

6 komentar:

  1. yeah beberapa film kartun malah menampilkan hal2 konyol utk anak2..tapi sebagian lagi menaikan imajinasi anak2..

    BalasHapus
  2. dampingi putra putri anda saat menonton televisi
    (jangan2 ortunya yg pengen nonton tu acara,,hehehhe)

    BalasHapus
  3. huum...
    memang harus selektif :)

    @Banan :
    ortu nonton yang lain aja... Hahaha

    BalasHapus
  4. keren harus d perhatikan yahhh
    hmmmmmmmm

    BalasHapus
  5. happy tree friends termasuk list pertama

    BalasHapus

I'm fine

 You'll be fine.. You'll be fine.. You'll be fine.. it's time to go.. you don't need to excused or say good bye..